Analisis Penyebab Konflik Papua
Posted on August 25, 2009 at 2:35 AM |
Oleh:
John Anari, S. Komp
ORGANISASI PRIBUMI PAPUA BARAT
( OPPB )
WEST PAPUA NEW GUINEA
2008
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Penulis panjatkan ke Hadirat TuhanYang Maha Esa atas perlindunganNya, pertolonganNya, pemberkatanNya, sertapemberian hikmat dan talenta kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikantulisan ilmiah ini.
Tulisan ini disusun sebagai pelengkap tulisan-tulisan lain yangberhubungan dengan Sejarah Papua karena Penulis melihat bahwa banyakditerbitkan buku-buku tentang Sejarah Papua tetapi masih minim dengan foto-fotosebagai bukti yang dapat dipercaya. Oleh karena itu, tulisan yang diberi judul Analisis Penyebab Konflik Papua danSolusinya Secara Hukum Internasional, Penulis berusaha semaksimal mungkinuntuk melampirkan data-data dokumen pendukung lainnya seperti gambar, table,piagam, dll.
Melalui tulisan ini, para pembaca dapat mengetahui Akar PokokPermasalahan Papua serta dapat mengerti tentang Bagaimana Mencari SolusiUntuk Menyelesaikan Konflik Papua yang telah berlangsung ± ½ abad sehinggaPenduduk Pribumi Papua dapat hidup tenang di atas Tanah Leluhur mereka sertatidak diperlakukan semena-mena oleh Penduduk Pribumi lainnya dari Indonesiaseperti Pribumi Jawa, Pribumi Sumatra, Pribumi Sulawesi, Pribumi Maluku, dll.Tuhan telah memberikan tempat kepada setiap Pribumi di dunia, oleh sebab ituPribumi lain tidak boleh melanggar Hak-hak Pribumi di tempat lain demiterciptanya Perdamaian dan Ketentraman di atas muka Bumi ini.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh Anggota West Papua Interest Association (WPIA), Papua Indigenous Action (PIA),West Papua Indigenous Security (WPIS), Association of West Papua IndigenousStudents & Youth (AWPISY), West Papua Woman Indigenous Association (WPWIA),serta Organisasi Pribumi Papua Barat (OPPB).Selain itu, tak lupa penulis ucapkan banyak terima kasih kepada mantan anggota Nieuw Guinea Raad (NGR), Presidium DewanPapua (PDP), Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Jaingan Independent untuk AksiKejora (JIAJORA), Dewan Adat Papua (DAP), WestPapua National Coalition (WPNCL), West Papua National Authority (WPNA), WestPapua Peoples Front (WPPF), West Papua New Guinea Congress (WPNGC), ViktoriaGenerasi Papua (VGP), Dewan Masyarakat Adat Koteka (DEMAK), mantan anggota Papoea Vrijwilleger Korps(PVK), Tentara Pembebsan Nasional (TPN), mantan anggota OrganisasiPerjuangan Papua Merdeka (OPPM) yang dibentuk tahun 1965 di Manokwari yang kinidisebut OPM, serta ucapan rasa terima kasih yang paling dalam kepada seluruhahli waris Tanah New Guinea dari Sorong sampai Samarai.
zzz
Melalui perjuangan panjang yang melelahkan namun akhirnya tulisan ini dapat diselesaikan juga, serta akan dipublikasikan melalui website OPPB pada link:
http://www.oppb.co.nr atau http://www.oppb.webs.com
Tulisan ini akan disusun dalam dua bahasa yaituInggris dan Melayu sehingga seluruh Maklukh Tuhan dapat membuka mata untukmelihat penderitaan orang Papua dan menolong sesama sebagai umat ciptaan Tuhanyang sama di mata Tuhan.
Penulis sadari bahwa tentu tak ada gading yang tak retak, oleh sebab itupenulis sangat mengharapkan kritik dan saran guna menyempurnakan tulisan ini.
Oleh sebab itu, dapat dikirim melalui email west.papua@hotmail.com atau west_papua@yahoo.com.
West Papua New Guinea,
9 Oktober 2008
John Anari, S.Komp
========================================================================A. Latar Belakang Masalah
Pulau Papua adalah pulau yang terbentuk dari endapan (Sedimentation) benua
Australia dan pertemuan/tumbukkan antara lempeng Asia (Sunda Shelf) dan lempeng
Australia (Sahul Shelf) serta lempeng Pasifik sehingga mengangkat endapan tersebut
dari dasar laut Pasifik yang paling dalam ke atas permukaan laut menjadi sebuah
daratan baru di bagian Utara Australia. Proses pertemuan/tumbukkan lempeng dalam
ilmu Geologi disebut Convergent. Sehinnga sudah saatnya untuk diberi nama
Convergent Island (Pulau Konvergen) dan bukan pulau New Guinea/IRIAN/Papua karena tidak ada hubungan dengan proses terbentuknya pulau ini. Sedangkan nama orang-orang (bangsa) yang mediami pulau ini termasuk rumpun yang berada di Oceania yaitu Rumpun Bangsa Melanesia (bukan Melayu) maka seharunya nama Bangsa adalah Bangsa Melanesia (bukan Papua). Pada mulanya Pulau ini terhubung dengan benua Australia di bagian Utara tetapi karena perubahan suhu Bumi makin panas sehingga mencairnya Es di daerah Kutub Utara dan Selatan, maka terputuslah menjadi sebuah Pulau baru.
Proses geologi ini diperkirakan terjadi pada 60 (enam puluh) juta tahun yang lalu dan
hal ini dapat dibuktikan dengan penemuan Kerang Laut, pasir laut dan danau air asin
di daerah Wamena yang tingginya lebih dari 4.884 m di atas permukaan laut serta
terdapatnya kesamaan hewan-hewan yang berada di Australia dan Papua seperti
Kanguru.[1]
Gambar. 1.1: Peta Geologi Papua ketika terhubung dengan Australia
Sumber: http://www.environment.gov.au/coasts/publications/somer/annex1/marine-biota.html
Sementara terpisahnya daratan Australia dengan Papua oleh lautan berawal dari
berakhirnya zaman es yang terjadi pada 15.000 tahun yang lalu. Mencairnya es
menjadi lautan pada akhirnya memisahkan daratan Papua dengan benua Australia.
Masih banyak rahasia bebatuan Pegunungan Tengah dan Pegunungan di Kepala
Burung yang belum tergali. Apalagi, umur Pulau Papua ini masih dikategorikan
muda sehingga proses pengangkatan pulau masih terus berlangsung hingga saat ini,
proses pengangkatan ini berdasarkan skala waktu geologi dengan kecepatan 2,5 km
per juta tahun.
Gambar. 1.2: PetaGeologi Papua
Sumber: DinasPertambangan dan Energi Prop. Papua - http://www.papua.go.id
Gambar. 1.3: Pertemuan Lempeng Asia, Pasifik dan Australia
Sumber: Museum Nasional Jerman
Akibat dari adanya endapan ini sehingga Pulau Papua banyak mengandung bahangalian golongan A, B, dan C seperti Emas, Perak, Tembaga, Aluminium, Batu kapur,
Gamping, Uranium, dll.
Dan juga dengan adanya tumbukkan lempeng ini sehingga mengangkat banyak fosil
makluk hidup yang berupa Minyak, Gas Bumi dan Batubara.
Selain itu, pulau Papua memiliki Hutan Tropis yang sangat lebat karena berada pada
jalur Katulistiwa serta memiliki hasil laut yang banyak karena berada di Lautan
Pasifik yang sangat luas.
Dalam Kitab Ulangan 28:33 menyatakan bahwa Suatu Bangsa yang tidak kau
kenal akan datang dan memakan hasil bumi mu dan segala hasil jerih payahmu;
engkau akan selalu ditindas dan diinjak. [2]
Dari hal inilah yang menyebabkan Pribumi Papua menjadi melarat di atas Kekayaan
Alamnya sendiri bagaikan seekor Tikus yang mati di atas lumbung Padi.
Oleh sebab itu, pulau ini menjadi rebutan setiap bangsa-bangsa dan menjadi
daerah konflik yang berkepanjangan sehingga banyak menimbulkan korban
Penduduk Asli (Indigenous Peoples) dan Pelanggaran-pelanggaran terhadap Hakhak
Dasar Masyarakat Asli Papua.
Awal mula kedatangan Bangsa-bangsa Asing untuk merebut pulau ini karena
pernyataan dari seorang Pelaut Spanyol yang bernama Alvaro De Saavedra yang
berlayar ke Mexico dan singgah di pesisir pantai Utara Papua pada tahun 1528
sehingga ia melihat Pasir Kuarsa bercampur Emas di Korido (sekarang: ibu Kota
Supiori) lalu memberi nama Isla Del Oro (Island of Gold) atau Pulau Emas. Dari
sinilah sehingga Inggris, Jerman dan Belanda membagi-bagi pulau ini menjadi tiga
bagian. Sehingga menjadi acuan untuk perebutan Bangsa-bangsa, termasuk
Indonesia yang mengklaim bahwa seluruh bekas Hindia Belanda adalah daerah
Kekuasaannya.[3]
Gambar. 1.4: Peta Pembagian Wilayah oleh Inggris,Belanda, dan Jerman.
Sumber: Hasil Capture Google Eart, oleh John Anari
Pada abad ke-15 sampai ke-17 dan abad ke-18 awal, Papua dikenal sebagai
daerah yang rawan untuk ditempati karena Penduduknya sangat berbahaya. Oleh
karena itu, Papua adalah merupakan daerah yang belum berpemerintahan sendiri
(Non Self Government Territory).
Pada masa itu, banyak timbul peperangan diantara suku-suku sehingga muncul
seorang Panglima Perang yang hebat, yaitu Mambri dari pulau Biak dibawah
komando Raja Kurabesi. Selain itu, muncul juga Panglima baru dari Pom Ansus di
Pulau Serui.
Kedua Panglima ini pernah diminta bantuannya oleh Sultan Tidore dan Raja Jailolo
untuk membantu mengusir VOC. Sebagai imbalan dari Sultan Tidore kepada Raja
Kurabesi, maka diberikan seorang anak gadisnya dan kemudian mendapat empat
anak raja yang hingga kini diberi nama Raja Ampat di Sorong.
Sedangkan Panglima Perang Pom Ansus diberi tempat untuk tinggal oleh Raja
Jailolo. Buktinya yaitu, banyak terdapat marga-marga yang sama di Jailolo dan Serui
seperti Wowor, dll. Dari hasil kontak inilah, maka timbul penyebaran Agama Islam
dari Ternate ke Raja Ampat, Teluk Bintuni, dan Fak-fak.
Kemudian pada tanggal 24 Agustus tahun 1828 Belanda mencoba datang ke
Papua dan mendirikan sebuah tugu Fort De Bus di teluk Triton di kaki Gunung
Lumenciri di daerah Kaimana dan menyatakan bahwa atas nama dan untuk Sri
Baginda Raja Nederland, bagian daerah New Guinea dengan daerah pedalamannya
dimulai pada garis meridian 1410 Timur Greenwich di pantai Selatan terus ke arah
Barat, Barat Daya dan Utara sampai ke Semenanjung Goebe Hoop di pantai Utara,
kecuali daerah Mansari, Karondefer, Ambarpura dan Amberoon yang dimiliki oleh
Sultan Tidore, dinyatakan milik Belanda. Dengan ketegasan ini, maka orang-orang
Eropa lainnya tidak boleh menempati dan menguasai daerah ini. 4 Kemudian daerah
ini diberi nama Nederlands Nieuw Guinea karena penduduknya mirip dengan
penduduk Guinea di Afrika Barat, sedangkan penduduk Indonesia diberi nama
Nederland Indiẽ karena penduduknya mirip dengan penduduk di India yang kulit
hitam berambut lurus.
Gambar. 1.5: Benteng FORT DU BUS di teluk Triton, Kabupaten Kaimana.
Sumber: HasilCapture Camera Digital oleh Herry Ramandey
Setelah mendirikan Tugu tersebut kemudian Belanda meninggalkannya karena
penduduk Papua sangat berbahaya bagi mereka. Kemudian dengan Politik 3G (Gold
Glory and Gospel = Emas dan Firman Tuhan) maka dibentuklah sebuah Yayasan
Hevorm de Kerk melalui Gereja lalu mengutus dua orang Misionaris Ottow dan
Geisler untuk pergi memberitakan Firman Tuhan ke Papua dan mereka berdua tiba di
Pulau Mansinam di Kabupaten Manokwari pada tanggal 5 Februari 1855, dengan
rasa ketakutan maka mereka berkata Dengan Nama Tuhan Kami Menginjak Tanah
Ini.[5] Dengan adanya Firman Tuhan inilah sehingga menyebabkan orang Papua
menjadi lemah dan memiliki Kasih yang tinggi sehingga dapat menerima Bangsa
Asing untuk membangun Negerinya.
Kemudian pada tahun 1898 Belanda mengesahkan Pengeluaran Anggaran sebanyak
f. 115.000,- oleh Parlemen Belanda untuk mendirikan Pemerintahan yang kemudian
diberi nama Resident Nederland Niuew Guinea (Provinsi Nederland New Guinea)
dengan pusat Pemerintahan di Manokwari. Maka pada tahun 1901, Pemerintahan
Nederland Niuew Guinea mulai didirikan dengan Ibu Kota Provinsi beradadi
Manokwari dengan mengangkat Hier Rust sebagai Gubernur Nederland New
Guinea. Namun kemudian dipindahkan ke Hollandia setelah Penyerahan oleh Sekutu
kepada Belanda pada tanggal 24 April 1944 di Hollandia (Sekarang Jayapura) serta
membentuk pertahanan di bagian Selatan Papua yaitu di Merauke serta membuka
Sekolah Camat (Bestuur School) dengan mengangkat Soegoro Admoprasodjo
(tahanan Digul) sebagai Direkturnya. Klaim Indonesia bahwa Daerah Papua adalah
milik Indonesia yang mulanya diberi nama Nederland Indies yang berkedudukan di
Batavia (Sekarang Jakarta) setelah Perang Dunia II adalah sesuatu yang tidak ada
dasarnya. [6]
Gambar. 1.6: Gedung Resident Nederland Niuew Guinea (sekrang Kantor Gubernur Papua Barat)
Sumber : Hasil Scaner oleh Bapak Sorbu, Melkianus Nauw dan Niko Nauw
Gambar.
1.7: Makam Gubernur Resident NNG Hier Rust (1873 -1922) di Manokwari
(foto kiri) Dan Tulisan di atas Makam Hier Rust (foto kanan)
Sumber : Hasil Scan oleh John Anari
Gambar. 1.8: Lambang Negara Papua Barat(1961 – 1962)
Sumber : http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/e/ef/West-Papua1961-6.JPG
Pada awal Pemerintahan Belanda di Papua semenjak tahun 1898 hingga sebelum
kedatangan Jepang pada 19 April 1942 di teluk Humbolt kota Hollandia, tak seorang
penduduk Pribumi Papua membentuk suatu gerakkan perlawanan anti Belanda serta
tak seorang pun dibunuh sehingga terjalin kehidupan yang harmonis antara orang-orang
Belanda dan Penduduk Pribumi Papua. Hal ini merupakan bukti nyata bahwa
Bangsa Papua tidak pernah merasa dijajah oleh Belanda seperti di daerah Indonesia
lainnya. Namun pada jaman penjajahan Jepang, banyak rakyat Pribumi Papua yang
disiksa, dipotong tangannya serta dibunuh. Akibat kekejaman ini, maka banyak
rakyat Papua yang membantu tentara Sekutu Amerika ketika mendarat di Teluk
Humbolt pada tanggal 22 April 1944 untuk mengusir Jepang, dibawah Komando
Jenderal Douglas McArthur. Pemerintah Belanda yang ikut serta dalam Tentara
Sekutu langsung membentuk suatu Pemerintahan dengan status Residen yang
bertanggung jawab langsung kepada Mahkota Kerajaan Belanda. Oleh karena itu,
pada saat sidang Badan Panitia Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
menetapkan wilayah Indonesia terdiri dari 18 (delapan belas) Provinsi mulai dari
Sumatra hingga ke Maluku. Selanjutnya BPUPKI yang dibentuk Jepang dengan
nama Djokuritsu Jumbi Kosakai diubah menjadi PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) dan pada saat Pidato Soekarno di depan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 15 Agustus 1945 mengatakan bahwa “Yang
disebut Indonesia adalah pulau-pulau Sunda Besar (Jawa, Sumatra, Borneo, dan
Celebes), Pulau-pulau Sunda Kecil yaitu Bali, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB)
dan Nusa Tenggara Timur (NTT), serta Maluku. Tetapi untuk keamanan Indonesia
dari arah Pasifik, maka kita perlu menguasai Papua”. [7] Hal ini juga sesuai dengan
Sumpah Pemuda yang diucapkan pada tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda
mulai dinyatakan oleh Bangsa Indonesia setelah menyadari bahwa mereka adalah
orang-orang yang berasal dari keturunan India, yang mana nama Indonesia mulai
diperkenalkan oleh seorang warga Negara Inggris yang bernama Logo. Ia
menggantikan nama Nederland Indie menjadi Indonesia yang berasal dari kata Indo:
India dan Nesos: Kepulauan.
Berita tentang Kemerdekaan Indonesia dimanfaatkan oleh Soegoro Atmoprasodjo
yang bekas Pemuka Taman Siswa untuk memprovokasi murid-muridnya di Sekolah
Pemerintahan (Bestuur School) di Hollandia untuk membentuk suatu Gerakkan
Bawah Tanah yang diberi nama IRIAN (Ikut Republik Indonesia Anti Nederlands).
Ia diangkat oleh Belanda menjadi Direktur Sekolah Pemerintahan tersebut serta
merangkap sebagai Penasehat di bidang Pengajaran. Beliau adalah salah seorang
Tawanan Digul yang dipindahkan ke Australia akibat Perang Dunia II namun ditarik
kembali untuk membantu menjalankan roda Administration Pemerintahan Nederland
Nieuw Guinea.[8]
Beberapa muridnya yaitu Silas Papare kemudian dibuang ke Serui dan di sana ia
bergabung dengan Dr. Sam Ratulangi (buangan Belanda dari Sulawesi Utara,
Manado) membentuk Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII). Sedangkan murid
lainnya seperti Marthen Indey, Frans Kaisiepo, dan Rumkorem menjadi pengikut
setia Soegoro. Sedangkan Murid lainnya seperti Herman Wajoi, Nicholas Jouwe,
Johan Ariks, Markus Kaisiepo, Nikolas Tanggahma, dll. Mereka ini Adalah Tokoh
Masyarakat yang kemudian menjadi Anti Soegoro karena telah mengetahui niat
Soegoro untuk memasukkan Papua ke dalam Republik Indonesia.
Akibatnya Soegoro ditahan kembali ke Didul tetapi berkat seorang penjaga, maka
beliau diloloskan oleh Petugas Lembaga hingga ia melarikan diri ke Port Morestby
dan kemudian dikembalikan ke Indonesia.
Gambar. 1.9: Sugoro Atmoprasodjo
Sumber : Api Perjuangan Pembebasan Irian Barat
Gambar. 1.10: Gedung New Guinea Raad
(Sekarang Gedung DewanPerwakilan Rakyat Papua)
Gambar. 1.11: Foto Anggota Nieuw Guinea Raad
Konflik perebutan Papua dari Belanda terus berlanjut di Konferensi Malino di
Makasar – Sulawesi Selatan pada tanggal 16 Juli 1946, Perjanjian Linggar Jati bulan
Maret 1947, hingga pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tanggal 23
Agustus – 2 November 1949. Yang mana pada pasal 2 ayat f menyatakan “ Tentang
Residen Nederlands Nieuw Guinea tercapai persetujuan sebagai berikut: Mengingat
kebulatan hati pihak-pihak yang bersangkutan hendak mempertahankan azas supaya
semua perselisihan yang mungkin ternyata kelak akan timbul diselesaikan dengan
jalan patut dan rukun, maka Status Quo Residen Nieuw Guinea tetap berlaku seraya
ditentukan bahwa dalam waktu setahun sesudah tanggal penyerahan kedaulatan
kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) masalah kedudukan Kenegaraan Irian
Barat diselesaikan antara Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Nederland.”[9]
Status Quo Nieuw Guinea disebabkan karena Belanda sebagai anggota PBB yang
telah menanda-tangani Piagam PBB Pasal 73 tanggal 26 Juni 1945 merasa
berkewajiban untuk mempersiapkan Papua menjadi sebuah Negara. Hal ini
disebabkan karena Papua adalah suatu daerah yang belum Berpemerintahan Sendiri
(Non Self Government Territory), oleh sebab itu Belanda mempersiapkan Parlement
Papua (Niuew Guinea Raad), Sekolah Pemerintahan (Bestuur School), Kepolisian
Papua, PVK (Papoea Vrijwilleger Korps), serta memasukkan Nieuw Guinea ke
Daftar Komisi Pasifik Selatan (South Pacific Commition) melalui Perjanjian yang
ditanda tangani pada tanggal 6 Februari 1947 di Canbera oleh Australia, Perancis,
Inggris, Nederland, New Zealand dan Amerika Serikat.[10] Maksud perjanjian ini
adalah untuk memperkuat kerja sama internasional supaya dimajukan kemakmuran
ekonomis dan social dari bangsa-bangsa di dalam daerah-daerah yang belum
berpemerintahan sendiri di Samudera Pasifik.[11] Kemudian pada tanggal 5 November
1960, Dewan Dekolonisasi menerima Resolusi yang dimajukan oleh 21 Negara
dengan perbandingan suara 67 dan 0. Isi Resolusi itu ialah supaya utusan-utusan dari
bangsa-bangsa yang belum berdaulat (Belum Berpemerintahan Sendiri) diundang
untuk turut bekerja di berbagai bagian dan dewan-dewan PBB yang tertentu. Ini
berarti bahwa biarpun Negara-negara yang belum berdaulat belum juga menjadi
anggota PBB sudah bisa turut bekerja dalam berbagai bagian dari PBB. Melalui cara
ini, maka diharapkan supaya kemajuan di Negara-negara tersebut bisa dipercepat.
Negara Uni Soviet, Guinea, Spanyol dan Portugal tidak turut pemungutan suara.
Menurut Wakil Niuew Guinea Raad, Nicolas Jouwe mengatakan bahwa “Indonesia
tidak menghargai hak kami untuk menentukan nasib sendiri”. Deklarasi PBB
mengenai Hak Asasi Manusia dan Piagam Pemberian Kemerdekaan Negara-negara
dan orang-orang jajahan, yang mulai berlaku tanggal 14 Desember 1960, dianggap
oleh Indonesia sebagai sesuatu yang tidak relevan atau tidak dapat diterapkan untuk
orang-orang Papua. Indonesia mengatakan bahwa orang Papua adalah orang
Indonesia. Hak orang Papua untuk menentukan nasib sendiri diputuskan oleh
Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945”.[12]
Gambar. 1.12: Foto Papoea Vrijwilleger Korps – Batalyon Kasuari di Arfai I. Manokwari
Sumber: http://www.oppb.webs.com/gallery.htm
Namun kenyataan ini tidak diterima baik oleh Indonesia, maka sebagai tandingnya Indonesia membuka Partai Komunis pada tahun 1946 namun berhasil dibubarkan oleh TNI AD. Tetapi akhirnya kembali berjaya lagi karena didukung oleh Presiden Soekarno sehingga hampir sebagian besar penduduk Indonesia di Jawa beralih ke Komunis mengikuti paham NASAKOM (Nasionalis Agama dan Komunis). Padahal Soekarno telah melanggar Politik Luar Negeri Indonesia yang Bebas Aktif atau tidak memihak kepada salah satu Blok yaitu Blok Barat (Sekutu) maupun Blok Timur (Komunis).
Berikut adalah Statement Presiden Republik Indonesia Kepada PersJepang di Tokyo, 20 September 1961 :
Reaksi Presiden Sukarno berhubung dengan pidato tahunan Ratu Juliana didepan Parlemen Belanda.
Saya menghargai Ratu Juliana terhadapmasalah Irian Barat. Saya tahu yang dimaksud oleh Ratu Juliana ialah apa yangdinamakan politik "self-determination". Saya juga mengetahui apa yangdapat diakibatkan oleh politik "self-determination" semacam itu yangberada di bawah pengawasan asing. Penggunaan politik semacam itu bukanlahmerupakan hal yang baru bagi kami. Dijaman Van Mook politik yang dinamakanpolitik "self-determination" semacam itu menghasilkan pembentukansuatu "Sumatera Timur Merdeka", suatu "Sumatera SelatanMerdeka", suatu Pasundan Merdeka", (Jawa Barat), suatu "JawaTimur Merdeka", suatu "Madura Merdeka", suatu "KalimantanTimur Merdeka", suatu "Indonesia Timur Merdeka", dan lain-lainyang dinamakan daerah-daerah otonomi. Dengan demikian Van Mook sebenarnyamembalkanisasi Indonesia.Akan tetapi pada tahun 1950 bangsa Indonesiayang bersatu telah mengakhiri hidup dari apa yang dinamakan "Negara-negaraMerdeka" itu dan memulihkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saya tolak apa yangdinamakan politik "self-determination" Pemerintah Belanda ini.Politik semacam ini hanya menimbulkan kekacauan dimasa depan. SebaiknyaPemerintah Belanda segera melaksanakan penyerahan administrasi atas Irian Baratkepada Republik Indonesia,secara yang saya singgung dalam pidato saya pada tanggal 17 Agustus yang laludi Jakarta dan dalam pidato saya di Konperensi Beograd. Itulah jalan yang lebih baik. Cara ini dijamin normalisasi hubungan antara Republik Indonesia dan Belanda.[8]
Gambar. 1.13 : Peta PBB tahun 1946 tentang Pembagian Daerah Tak Berpemerintahan Sendiri Sesuai Artikel XI Piagam PBB
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/UN_Non-Self-Governing_Territories.png
Dengan adanya pemasukkan Nederland Nieuw Guinea ke dalam daftar Non-
Self Gevernment Territory pada tahun 1946 sehingga mengakibatkan
President Soekarno beralih Paham menjadi NASAKOM. Terlebih lagi sekitar
tahun 1950-1960, dimana Soekarno memutuskan hubungan dengan Kerajaan
Belanda serta memblokir semua asset Belanda di Indonesia. Kemudian
mencari jalan Konfrontasi dengan Belanda, maka Jenderal A. H. Nasution
diutus Soekarno untuk membeli Persenjataan Amerika dan Australia tetapi
tidak berhasil, maka ia mencoba ke Komunis Rusia sehingga berhasil
membeli Persenjataan dengan Pembayaran Jangka Panjang. Akhirnya
Indonesia mengatakan bahwa Angkatan Udara Indonesia lebih lengkap di
Asia Tenggara.
Akhirnya membuat Amerika dan Negara Sekutunya termasuk menjadi ketakutan
karena posisi Indonesia di Asia Tenggara sangat strategis untuk pelayaran dan
perdagangan, maka Roberth Jhonson dari Staff Dewan Keamanan Amerika
mengirim Surat Rahasia ke Mr. Bundi Assisten Pribadi President John. F. Kennedy
pada tanggal 18 Desember 1961 (ketika Indonesia mengadakan Kampanye Militer)
untuk segera mendesak Belanda menyerahkan Administrasi Papua ke Indonesia serta
menghapus Hak Pribumi Papua untuk Menentukan Nasibnya Sendiri agar Soekarno
bisa mengurangi Komunisnya di Indonesia. Dua minggu sebelum negosiasi antara
Belanda dan Indonesia pada tanggal 20 Maret 1962 untuk penyelesaian masalah
Nederland New Guinea, muncul tekanan kepada President John. F. Kennedy dari
CIA (Central Inteligence of America), the Departments of State (Departement Luar
Negeri Amerika), Defence (Departement Keamanan dan Pertahanan Amerika), the
Army (Angkatan Darat Amerika), the Navy (Angkatan Laut Amerika), the Air Force
(Angkatan Udara Amerika), the Joint Staff (Staff Gabungan), and NSA pada tanggal
7 Maret 1962. Kemudian mereka telah menunjuk Diplomat Amerika yang berhasil
membungkan Komunis di internasional, yaitu Tuan Elsworth Bunker untuk menjadi
penengah (Mediator) antara Belanda dan Indonesia.[14]
Belanda sebelumnya telah mengundang Indonesia ke Mahkama Internasional
PBB tetapi Indonesia menolak karena mereka tidak ada dasar yang jelas untuk
mengklaim wilayah Papua. Dan bahkan di muka Sidang Umum PBB pun, Indonesia
tidak mendapat banyak dukungan dari Negara-negara karena akan melanggar
Piagam 73 PBB tentang Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi orang Papua yang
berbeda kulit, rambut, dan ras dari warga Negara Indonesia lainnya. Akhirnya,
Soekarno mengambil jalan singkat yaitu membentuk NASAKOM dan Perang
terbuka di Papua dengan peralatan militer Rusia. Kemudian President John. F.
Kennedy menyuruh saudaranya Roberth Kennedy ke Jakarta untuk menerima
bayaran dari Soekarno lalu menekan Belanda melalui surat Rahasia tanggal 2 April
1962.
Berikut adalah surat rahasia President John. F. Kennedy yang mendesak Perdana
Menteri Dequai di Belanda untuk segera menyerahkan Administrasi Nederlands
Nieuw Guinea ke Indonesia dan Indonesia akan mejamin hak untuk Penentuan Nasib
Sendiri bagi rakyat Penduduk Asli Papua sesuai dengan usulan Menteri Luar Negeri
Belanda DR. Joseph Lunch.[15]
Gambar. 1.14 : John. F. Kennedy (Kiri) dan Mr. Ellsworth Bunker (Kanan)
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/ Ellsworth_Bunker.htm
Lampiran:
Teks suratRahasia dari Presiden Kennedy
Tt 2 April 1962, yang menekan pemerinatah
Belanda agar, menerima Rencana Bunker
BIDANG URUSAN LUAR NEGERI RAHASIA
AMERIKA SERIKAT 2 April 1962
Tuan Perdana Perdana Menteri Yth,
Saya telah mengikuti dengan seksamamasalah yang dihadapi pemerintah Tuan selama beberapa minggua terakhir, dalamupaya mencari penyelesaian yang baik guna mengakhiri pertikaian dengan Indonesia mengenai pelepasan wilayah Nieuw Guinea.Saya merasa prihatin dengan penghentian PEMBICARAAN-PEMBICARAAN RAHASIA antara wakil-wakil anda dan Indonesia.Namun demikian saya tetap percaya akan adanya kemungkinan penyelesaian secaradamai antara kedua belah pihak bersedia melanjutkan kembali perundingan-perundingantersebut atas dasar saling perycaya.
Pemerintah Nederland telah mengambil langkah penyelesaian yang baik,dengan pertama-tama membawa masalah tersebut ke PBB, dan setelah gagal,dilanjutkan kemudian dengan PERUNDINGAN-PERUNDINGAN RAHASIA dengan pihak Indonesia.Saya menghargai pelaksanaan tanggung jawab yang berat oleh pihak pemerintah Belanda dalam melindungi warganya di Nieuw Guinea,serta mengerti akan perlunya Nederland meningkatkan pertahanan atas wilaya tersebut.
Namun demikian, kita sedang menghadapi bahaya dimana peningkatan kekukatan militer bakal memicu timbulnya perang terbuka di wilayah tersebut.
Konflik semacam itu akan menimbulkan dampak permusuhan yang bakal mempengaruhi proses penyelesaian masalah tersebut pada semua tingkatan.
Akan terjadi perang terbuka, dimana baik Belanda maupun pihak Barat bakal kalah dalam arti sesungguhnya. Apapun akibat dari pertentangan militerini tapi yang jelas posisi dunia bebas di kawasan Asiaakan hancur berat. Hanya Komunis sajalah yang akan memetik manfaat dari konfliksemacam itu. Jika Pasukan Indonesiatelah bertekad untuk memerangi Belanda, maka semua unsure moderat baik di dalamtubuh Angkatan Perang maupun di dalam negeri, akan menjadi rapuh dan sasaranempuk bagi intervensi komunis. Jika Indonesia takluk kepada komunis dalamkeadaan seperti ini, maka seluruh posisi non-komunis di Vietnam, Thailand, danMalaya akan terancam bahaya, padahal kawasan tersebutlah yang saat ini justrumenjadi pusat perhatian Amerika Serikat.
Kami memahami posisi Belanda yang ingin mundur dari wilayah tersebut serta kerelaanya jika akhirnya wilayah tersebut harus beralih kepada penguasaan Indonesia.Namun demikian, pemerintah Belanda telah bertekat mengupayakan kepemimpinan Papua sebagai jaminan atas HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI bangsa Papua, dan StatusPolotiknya dimasa akan datang.
Pihak lain Indonesia telah menyampaikan pada kami tentang keinginanannya untuk mengambil alih secaral angsung pemerintahan atas wilayah itu, sekaligus memberikan kesempatan kepadaRakyat Papua untuk Menentukan sendiri Nasib Masa Depannya. Jelaslah bahwa posisi kedua pandangan ini tidaklah jauh berbeda bagi suatu penyelesaian. TuanEllsworh Bunker, yang dalam masalah ini telah bertindak sebagai perantara PERUNDINGANA-PERUNDINGAN RAHASIA Belanda-Indonesia, telah menyiapkan suaturumusan yang akan mengatur pengalihan Administrasi Pemerintahan wilayah tersebut kepada PBB. PBB kemudian akan mengalihkan Pemerintahan kepada Indonesia setelah kurun waktu tertentu. Pengaturan-pengatruan tersebut akan mencakup ketentuan-ketentuan dimana RAKYAT PAPUA, SETELAH JANGKA WAKTU TERTENTU, AKANDIBERIKAN KESEMPATAN UNTUK MENTUKAN NASIBNYA SENDIRI. PBB akan dilibatkan dalam tahap penyiapan maupun tahap pelaksanaan PENETUAN NASIB SENDIRI.
Pemerintah kami sangat tertarik akan hal ini dan meyakinkan anda bahwaAmerika Serikat bersedia memberikan bantuan seperlunya kepada PBB saat rakyat Papuamelaksanakan Penentuan Nasibya Sendiri. Dalam keadaan seperti ini, serta didorong-didorong oleh tanggung jawab kami terhadap Dunia Bebas (non komunis),saya mendesak dengan sangat AGAR PEMERINTAH BELANDA MENERIMA RUMUSAN yang digagaskanoleh Tuan Bunker.
Kami pun tentu akan menekan pemerinatah Indonesia sekuatnya, agarmenyetujui pengadaan perundingan ? perundingan lanjutan berdasarkan rumusantersebut diatas.
Saya menyampaikan ini dengan tulus dan penuh kepercayaan, dan berharapbahwa itulah yang tepat dalam menjaga jalinan hubungan antara kedua Negara kitasebagai sahabat dan sekutu. Yang mendorong saya adalah keyakinan saya bahwademi kepentingan saat ini, maka kita jangan sampai kehilangankesempatan-kesemptan baik bagi perundingan-perundingan damai bagi penyelesaianmasalah yang menyakitkan ini.
Hormat saya,
/tt/ John F. Kenedy
Yang Mulia, Dr. J. E. de Quay
Perdana Menteri Nederland
di Den Haag
Dengan adanya penekanan ini maka Belanda terpaksa menanda tangani Perjanjian
New York tanggal 15 Agustus 1962 untuk menyerahkan Administrasi Nederlands
Nieuw Guinea kepada Pemerintahan Sementara PBB UNTEA (United Nation
Temporary Executive Authority) pada tanggal 1 Oktober 1962. Kemudian diserahkan
lagi ke Indonesia, tetapi harus diberikan Hak Penentuan Nasib Sendiri (Self
Determination) kepada rakyat penduduk Asli Papua (West Papua Indigenous Peoples) bahwa apakah mereka ingin menyerahkan Administrasi Negara Papua
untuk dipimpin oleh Indonesia selama kurun waktu tertentu atau administrasi Negara
itu diurus oleh Bangsa Papua sendiri?. Namun proses pelaksanaan Penentuan Nasib
Sendiri tersebut diubah dari aturan internasional menjadi aturan Indonesia karena
alasan Kondisi Geografis serta keadaan Ekonomi dan Sosial Penduduk Papua masih
rendah jadi tidak dimungkinkan untuk pelaksanaan Self Determination itu sesuai
dengan aturan Internasional. Seperti yang saat ini dikampanyekan di dunia
internasional melalui Permanent Mission Indonesia dalam Laporannya yang diberi
judul Restoration of Irian Jaya Into Republic Indonesia (Pengembalian Irian Jaya
Kedalam Republik Indonesia) mengatakan bahwa Proses Self Determination itu
dilaksanakan berdasarkan Perjanjian yang diratifikasi tanggal 1 September 1962.[16]
Sedangkan laporan Fernando Ortisan (utusan PBB untuk mengamati
Referendum/PEPERA di Papua tahun 1969) mengatakan bahwa Indonesia tidak
melaksanakan Proses Penentuan Nasib Sendiri (PEPERA/Referendum) sesuai aturan
internasional karena Masalah Politik serta Kondisi Geografis yang tidak
memungkinkan untuk Referendum melalui Praktek Internasional.[17] Dan ini
merupakan suatu kegagalan PBB dalam menjalankan tugasnya sebagai organisasi
internasionak yang melndungi Hak Asasi Manusia.
Pada masa Pemerintahan UNTEA, pernah dilakukan uji coba jajak pendapat di
Merauke sesuai dengan Praktek Internasional sesuai Perjanjian New York tetapi
hasilnya semua rakyat Penduduk Asli Papua yang berada memilih untuk Menolak
Indonesia. Maka, dibuat lagi suatu perjanjian rahasia oleh Amerika, Indonesia dan
Belanda di Roma (Ibu Kota Negara Italia) pada 30 September 1962. Yang mana,
isinya sebagai berikut:
- Referendum atau yang dikenal dengan PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) yang direncanakan pada tahun 1969, dibatalkan saja atau bila perlu dihapuskan.
- Indonesia menduduki wilayah Papua Barat hanya selama 25 tahun saja, terhitung mulai tanggal 1 Mei 1963.
- Pelaksanaan PEPERA dilakukan sesuai dengan Praktek Parlemen Indonesia, yaitu melalui Sistem Musyawarah.
- Hasil PEPERA diterima di muka umum sidang PBB tanpa da ada perdebatan.
- Amerika berkewajiban untuk menanam Saham untuk mengeksplorasi kekayaan alam di Papua Barat demi kemajuan daerah tersebut..
- Amerika memberikan bantuan sebesar US $. 30 juta melalui jaminan kepadaADB (Asian Development Bank) untuk pembangunan Papua selama 25
tahun. - Amerika memberikan bantuan dana melalui Bank Dunia (Word Bank)
kepada Indonesia untuk mengirimkan Transmigrasi ke daerah Papua untuk
Assimilasi mulai tahun 1977.[18]
Sedangkan Operasi Tumpas selama masa jabatan Jenderal Kartidjo dan Bintoro
pada tahun 1964 – 1968 sebelum Proses Penentuan Nasib Sendiri (PEPERA
1969) tidak pernah dilaporkan juga di muka umum Sidang PBB. Operasi ini
adalah Operasi yang paling banyak menimbulkan korban Rakyat Papua karena
pada waktu itu telah terjadi Gerakan Perlawanan Rakyat Papua mulai dari
Jayapura tahun 1963 dibawah pimpinan Aser Demotokay hingga yang paling
parah di Kebar tanggal 26 Juli 1965 dibawah Pimpinan Yohanes Jambuani dan
Benyamin Anari serta di Arfai 28 Juli 1965 yang dibawah pimpinan Permenas
Fery Awom. Operasi Tumpas dilakukan agar bisa menumpas semua gerakan
masyarakat Pribumi Papua yang mentang Indonesia sebelum diadakannya
Referendum (PEPERA) pada tahun 1969. Setelah itu, dibentuk Dewan
Musyawarah Penentuan Pendapat Rakyat (DMP) yang mana anggotanya
ditunjuk langsung oleh Militer Indonesia kemudian para anggota DMP itu
ditampung di suatu penampungan khusus dan tidak dijinkan berkomunikasi
dengan keluarganya atau orang lain. Dalam penampungan itu, mereka setiap hari
diberi nasehat, terror, intimidasi, pembunuhan dan rayuan oleh Komandan
Inteligen KOSTRAD BRIGJEN, Ali Murtopo (Komandan OPSUS). Berikut
adalah ucapan Ali Murtopo kepada para anggota DMP yaitu Jakarta sama sekali
tidak tertarik dengan orang Papua tetapi Jakarta hanya tertarik dengan Wilayah
Irian Barat. Jika inginkan Kemerdekaan, maka sebaiknya minta kepada Allah
agar diberikan tempat di salah sebuah Pulau di Samudera Pasifik, atau menyurati
orang-orang Amerika untuk mencarikan tempat di bulan.[19]
Gambar. 1.15: Komandan OPSUS, Mr. Ali Murtopo
Sumber: http://swaramuslim.com/images/uploads/tokoh_sejarah/Ali_Moertopo1.jpg
Apakah Perjanjian yang dilaporkan oleh Perwakilan Indonesia di PBB
(Permanent Mission of Indonesia in United Nations) bukan merupakan Perjanjian
Roma yang ditanda tangani pada tanggal 30 September 1962 ? yang menyatakan
bahwa Proses Jajak Pendapat atau Act of Self Determination atau PEPERA
(Penentuan Pendapat Rakyat) dilaksanakan sesuai dengan Sistem Musyawarah yaitu
sesuai dengan Praktek Parlemen Indonesia dan laporan hasil akhir PEPERA diterima
di muka Sidang Umum PBB tanpa ada perdebatan serta Indonesia mengurusi
Administrasi Negara Papua hanya berlaku selama 25 tahun, terhitung mulai tanggal
1 Mei 1963. [20]
Proses Penentuan Nasib Sendiri (Self Determination) yang dilaksanakan di Papua
adalah merupakan salah satu Proses yang memalukan PBB sendiri sebagai
Organisasi Pembela Keadilan dan HAM di dunia serta Indonesia dan Amerika
karena telah ikut melanggar Hak-hak Sipil dan Politik maupun Hak-hak Penduduk
Pribumi Papua sebagaimana tertuang di dalam Kovenan Internasional tentang Hakhak
Sipil dan Polik serta Deklarasi PBB tentang Hak-hak Penduduk Pribumi. Selain
itu, mereka juga telah melanggar Perjanjian New York Pasal 18 yang ditanda tangani
di Gedung PBB tanggal 15 Agustus 1962 karena membatasi 1026 orang peserta
Referendum 1969 yang terdiri dari Penduduk Pribumi dan Non Pribumi serta tidak
dilaksanakan sesuai Praktek Internasional.
Gambar. 1.16: Situasi Penentuan Nasib Sendiri di Fakfak (Kiri) dan Lencana PEPERA (Kanan)
Sumber: DEPEN RI
Oleh karena itu, tidaklah salah jika DR. John Salford menuliskan dalam sebuah
buku yang berjudul United Nation and Indonesia Takeover West Papua by Act of No
Choice In 1969 (Indonesia dan PBB Merampas Papua Barat melaui Jajak Pendapat
yang Tidak Bebas). Resolusi 2504 Majelis Umum PBB juga tidak mengesahkan
Hasil PEPERA 1969 tetapi Resolusi tersebut hanya berisi tentang Perjanjian Antara
Kerajaan Belanda dan Republik Indonesia Mengenai Guinea Baru Barat (Agreement
Between the Republik of Indonesia and the Kingdom of Nederland Concerning West
New Guinea) dan hanya mencatat (Take Note) Laporan Utusan PBB tentang Hasil
PEPERA 1969 seperti pada cuplikan teks Resolusi 2504 di bawah ini.
Gambar. 1.17: United Nations Resolution 2504
Sumber: http://www.un.org
Dengan adanya bukti Resolusi 2504 ini, maka jelaslah bahwa alasan yangdikemukakan oleh Mangasih Sihombing dari Departemen Luar Negeri Republik
Indonersia (DEPLU RI) adalah sesuatu yang sangat tidak logis. Yang mana ia
mengatakan bahwa Papua berbeda dengan Timor Leste dimana Papua tidak pernah
ada dalam Daftar Daerah Dekolonisasi seperti Timor Lester (Lihat Lampiran Daftar
Trust & Non Self Government Territory 1945 - 1999). Serta beliau mengatakan
bahwa bahasa Take Note of the Report of Secretary General merupakan bahasa yang
menunjukkan pengertian Pengesahan Papua adalah Sah/Resmi berada dibawah
Kekuasaan NKRI. Beliau mengomentari tuan Aktifis Papua Ottis Simopiaref yang
mengatakan di Antena Nederland bahwa Resolusi 2054 Tidak Mensahkan Papua
bagian dari NKRI tetapi Resolusi itu hanya berisi tentang Pencatatan Laporan utusan
SEKJEN PBB Fernando Ortisan. [21]
Jika memang Papua Barat adalah bagian dari NKRI, maka seharunya disahkan
melalui Undang-Undang untuk menjadi Provinsi ke-26 dalam NKRI. Hal yang sama
terjadi kini untuk pendirian Provinsi Papua Barat menjadi Provinsi ke-33 NKRI.
Gambar. 1.18: Tahanan Pribumi Papua oleh TNI AD di Tahanan Militer Ifar Gunung sebelum PEPERA 1969
Sumber: Center for Peace and Conflict Study – The University of Sydney
Oleh sebab itu, setelah selesai Jajak Pendapat tahun 1969 maupun setelah
berintegrasi pada 1 Mei 1963, Indonesia menjadikan Provinsi Papua sebagai Provinsi
ke-26 Republik Indonesia tidak melalui suatu Undang-Undang tetapi hanya melalui
PENPRES No. 1 tahun 1963 untuk Provinsi Papua yang berkedudukan di Jayapura
(Lihat lampiran PENPRES No.1 Tahun 1963) dan INPRES No. 1 Tahun 2003 untuk
Provinsi Papua Barat yang berkedudukan di Manokwari. PENPRES No.1 Tahun
1963 dan KEPRES No. 2 (Rahasia) telah memberikan Otonomi Khusus Papua
dengan mata uang sendiri Irian Barat Rupiah (IB. Rp) untuk menggantikan mata
uang Niuew Guinea Gulden tetapi kemudian dicabut oleh Orde Baru melalui
Ketetapan MPRS No.21 Tahun 1966 Pasal 6, yang berbunyi Kedudukan Khusus
Irian Barat ditiadakan selanjutnya disamakan dengan Otonomi Daerah Lainnya di
Indonesia.[22] Kemudian diganti dengan REPELITA (Rencana Pembangunan Lima
Tahun) tetapi gagal juga ketika Orde Baru ditumbangkan oleh mahasiswa pada
zaman Reformasi kemudian dikembalikan lagi ke Otonomi Khusus melalui UU No.
21 Tahun 2001 oleh Megawati Soekarno Putri.
Gambar. 1.13: MataUang Irian Barat Rupiah (IB. Rp)
Sumber: Bank Indonesia (1963-1966)
Produk President (PENPRES No. 1 Tahun 1963 dan INPRES No.1 Tahun 2003)
yang tidak memiliki kekuatan hukum ini tidak pernah diusulkan untuk menjadi
Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Jika
memang Papua adalah wilayah Nederlands Indie seperti yang dikampanyekan saat
ini oleh Departemen Luar Negeri Indonesia, maka seharusnya wilayah ini disahkan
oleh NKRI melalui Undang-Undang untuk menjadi Provinsi ke-26 (Provinsi Papua)
dan Provinsi ke-33 (Provinsi Papua Barat).
Akibatnya tidak ada kepastian hukum yang menjamin Hak Hidup penduduk Pribumi
Papua di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini terbukti
dengan adanya banyak pelanggaran HAM yang tidak ada tindakkan hukum kepada
para pelaku kejahatan kemanusiaan di Papua seperti Pembantaian Biak 1998 di
Tower dekat Pelabuhan sehingga 150 orang Hilang, Kasus Pembantaian Mapenduma
1996 dengan membayar tentara bayaran dari Inggris serta pemakaian Helikopter
Palang Merah Internasional (ICRC), Kasus Pemboman Wamena Tahun 1977 melalui
Operasi Kikis, Kasus Pembantaian 1965-1968 Base Camp dekat Markas Kompi 751
Arfai oleh TNI melalui Operasi Tumpas, Kasus Operasi Militer di Jayapura sehingga
sekitar 5000 orang melintas batas ke Papua New Guinea, Kasus Penyerangan Polsek
Abe yang dimanipulasi untuk memadamkan gerakkan Mahasiswa yang tiap hari
berdemonstrasi menuntut Referendum ulang, Kasus Pelanggaran HAM di Wasior,
Ilegal Logging, Ilegal Pertambangan seperti PT. Freeport yang telah menanda
tangani Kontrak Pertama pada tahun 1967 sebelum diadakannya Jajak Pendapat
(Referendum) tahun 1969 serta perpanjangan kontrak ke-2 sebelum berakhirnya
kontrak pertama, Genocide (Pembunuhan Bangsa Papua), Etnocide (Penghilangan
Ras Bangsa Papua), Perburuan Liar oleh Militer & Polisi Indonesia, Pendudukan
Kursi Legislatif di Pusat dan Daerah oleh Non Papua, Perampasan Hak atas Tanah
untuk kepentingan Pemerintah, Penguasaan Posisi Jabatan Penting di Pemerintahan
dan Swasta oleh Non Papua, Intimidasi Para Aktivis LSM dan Aktifis Papua
Merdeka, Manipulasi Sejarah Integrasi Papua ke dalam NKRI di dalam Kurikulum
Pendidikan Nasional Indonesia, dll. Semuanya itu menjadi hal yang biasa dan wajar
saja di atas Tanah Papua yang dijajah ini. Akibatnya, jumlah penduduk Pribumi
Papua yang mana pada tahun 1963 berjumlah 1.000.000 (700.000 terdaftar bayar
pajak + 300.000 Tidak membayar pajak) dan merosot/berkurang menjadi 800.000
(Gabungan Pribumi dan Non Pribumi) pada tahun 1969 hingga sensus penduduk
tahun 2000 masih tetap berjumlah 1.000.000 (Satu Juta).23 Sedangkan penduduk
pendatang yang mana tahun 1963 masih 0 tetapi pada sensus penduduk tahun 2000
berjumlah 1.200.000 (Satu Juta Dua Ratus Ribu). Hal ini merupakan bukti bahwa
telah terjadi Genosida (Pembasmian Suku Bangsa Papua) terhadap rakyat Pribumi
Papua.
Gambar.
1.20: Penembakkan Yustinus Murib oleh Militer Indonesia pada 5 November
2003 (Kiri) Dan Seorang Warga Papua pendukung Bupati David Hubi di
Wamena yang ditembak Polisi Indonesia.
Sumber: Center for Peace and Conflict Study – The University of Sydney
B. Rumusan Masalah
Dari Latar Belakang Masalah di atas, maka Penulis dapat MerumuskanMasalah yaitu sebagai berikut:
- Mengapa Konflik Papua yangberkepanjangan ini tidak pernah terselesaikan secara adil dan benar sesuaidengan Hukum Internasional yang berlaku?
- Apakah Klaim Indonesia atas Kerjaan Majapahit, Sultan Tidore,dan Bekas Hindia Belanda merupakan wilayah Kekuasaan Indonesia? Jika demikian, dimanawilayah penduduk Pribumi Papua? Apakah di Bulan?
- Apakah Proses Penentuan NasibSendiri Tahun 1969 Sudah Sesuai Dengan Aturan Hukum Internsional tentangProsedur Jajak Pendapat?
- Mengapa Harus Ada Operasi Tumpas Dari Tahun 1964 ? 1968Sebelum Diadakan Penentuan Nasib Sendiri Tahun 1969?
- Apakah Rakyat Pribumi Papua tidakmemiliki hak yang sama seperti penduduk Pribumi di daerah lainnya di permukaanbumi ini?
- Apakah Papua Tidak Pernah Ada DiDalam Daftar Dekolonisasi Seperti Yang Dikatakan Oleh Departemen Luar Negeri Indonesiadalam Bukunya yang berjudul ?Kajian Hukum Papua Dalam NKRI ??.
- Masalah Papua adalah masalahInternasional karena terlibatnya beberapa Negara seperti Indonesia, Belanda,Amerika, Rusia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa karena telah melanggar HakPribumi Papua Melalui Perjanjian New York 15 Agustus 1962 dan Proses PenentuanNasib Sendiri Tahun 1969.
- Bagaimana mencari solusi untukmenyelesaikan konflik Papua yang telah berlangsung selama ± ½ abad ini?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini terdiri dari dua, yaitu:
- Tujuah Khusus : Untuk mengumpulkan data-data daninformasi tentang Papua,menganalisanya, serta menyusunya sebagai sebuah LaporanPengkajianIlmiah untuk penyelesaian Konflik Papua secara damai pada SidangPribumidi Forum Permanent PBB.
- Tujuan Umum : Untuk dipublikasikan ke seluruhDunia tentang Sejarah Papua agar generasi baru tidak termanipulasi sejarah lagiserta dapat mengetahui penyebab konflik di Papua.
D. Manfaat Penelitian
Untuk menambah wawasan tentang Latar Belakang Sejarah Papua dan akarpermasalahan konflik yang terjadi selama ini serta menjadi sebuah usulan solusiuntuk penyelesaian Konflik Papua.
E. Kajian Pustaka
1. Sejarah Perkembangan LahirnyaDeklarasi PBB Tentang Hak-hak Pribumi
Masyarakat Pribumi adalah sekelompok masyarakat yang hidup di suatutempat sebelum adanya kedatangan bangsa-bangsa luar.
Mereka memiliki hak atas tanah dankekayaan alamnya sebagai peninggalan dari Nenek Moyang mereka.
Diperkirakan ada sekitar 300 (TigaRatus) Juta Penduduk Pribumi (IndigenousPeoples) yang menempati wilayah permukaan bumi ini, seperti PendudukPribumi Aborigin dari Australia, Penduduk Pribumi Indian dari Amerika, dll.
Tuhan telah menciptakan manusia danmemberi tempat kepada mereka masing-masing namun bagi mereka yang memilikibanyak kekayaan alam akan menjadi rebutan setiap bangsa-bangsa seperti tertulisdalam kita Ulangan di atas.
Menurut dua orang Pendeta Spanyol (Fransisco Victoria dan Bartholomeo)yang berlayar bersama-sama dengan para Penakluk Dunia (Conquistadores), mereka menyatakan bahwa Penduduk Asli Amerikamemiliki Hak yang sama seperti kami bangsa Spanyol karena pada waktu itu,mereka (bangsa Eropa) manganggap bahwa orang-orang di luar mereka adalahorang-orang yang tidak beradab (Uncivilized)untuk dijadikan sebagai objek jajahan. Dan hingga saat ini pun, banyak orangkulit putih menganggap bahwa orang kulith hitam adalah orang-orang yang tidakberadab juga.
Apa yang dikatakan oleh merekaberdua terus menggema dalam sejarah dunia sehingga pada tahun 1948, MasyarakatInternasional telah menyepakati disusunnya Deklarasi Universal Hak AsasiManusia secara Umum pada tanggal 10 Desember 1948 untuk penghapusan Penjajahandi muka bumi.
Namun pada kenyataannya, ternyatamasih ada beberapa daerah yang masih merasa terjajah walaupun setelahterbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa (UnitedNations) dan Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak AsasiManusia (United Nations Universal Declaration on Human Rights).
Mereka yang merasa terjajah iniumumnya adalah Masyarakat Pribumi karena tenaga mereka dipakai sebagai pekerjapaksa demi kepentingan negaranya. Oleh sebab itu, UN of ILO (United Nations of International LabourOrganization) atau Organisasi Buruh Internasional Perserikatan BangsaBangsa (PBB) berusaha mengkondisifikasikan hak-hak Penduduk Asli (Indigenous Peoples), khususnya yangberhubungan dengan ketenaga kerjaan. Instrument yang pertama kali disusun olehUN of ILO tentang subyek ini adalah Indigenousand Tribal Population Convention No. 107 Tahun 1957. Konvensi ini memuathak-hak Indigenous Peoples (IP) atasTanah mereka, Kondisi Kerja, Kesehatan, dan Pendidikan Masyarakat Pribumi.Hingga kini tercatat lebih dari 27 Negara yang meratifikasikan Konvensi ini. Kemudiandilengkapi lagi dengan Convention No. 169 yang lebih menegaskan bahwa carahidup IP harus dipertahankan. Selain itu juga menegaskan bahwa IP danlembaga-lembaga mereka harus dilibatkan dalam segala keputusan dan perencanaan pembangunan yang akan mempengaruhi hidup mereka. Hingga kini sudah lebih dari10 negara yang meratifikasikan konvensi ini. Oleh karena itu, UN of ILOmembentuk dua bidang konsentrasi untuk membantu IP yaitu IndiscoProgramme (Untuk membantu peningkatan ekonomi IP) dan Political and Human Rights (Untuk membantu penyelesaianmasalah-masalah Politik dan Hak Asasi Manusia). Instrument hukum internasionallain yang sedikit menyinggung tentang hak-hak IP adalah Convention on Biodiversity Tahun 1992. Konvensi ini lebihmenekankan pemanfaatan pengetahuan, inovasi, dan teknik-teknik tradisionaluntuk melestarikan keanekaragaman biologis. Penjabaran selanjutnya dariDeklarasi Umum tentang Hak Asasi Manusia untuk melindungi hak-hak masyarakatPribumi yaitu dikeluarkannya InternationalConvention on Civil and Political Rights (Perjanjian Internasional tentangHak-hak Sipil dan Politik) tahun1966. [14]Konvensiini cukup signifikan dalam konteks perlindungan terhadap hak-hak Masyarakat Pribumi.
Kemudian dengan Resolusi PresidentMajelis Umum PBB (General AssemblyResolution) no. 49/214 tanggal 23 Desember 1994 memutuskan untuk perayaanHari Internasional Masyarakat Pribumi setiap tanggal 9 Agustus dan tahun 1994adalah sebagai Tahun Internasional Pribumi.
Kemajuan yang lebih dasyat lagi yaitu setelah dibentuk Working Group on Indigenous Population (WGIP)dibawah Komisi HAM PBB (United NationOrganization High Commissioner for Human Rights) sehingga melahirkan United Nations Permanent Forum on IndigenousIssues (UN of PFII) yang disahkan pada tanggal 28 Juli 2000 oleh DewanEkonomi dan Sosial PBB (United Nation ofEconomic and Social Council) dengan Resolusi No. 22/2000. Amanat ForumPermanent ini adalah untuk membahas isu-isu yang berhubungan denganPembangunan, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pendidikan, Lingkungan Hidup, Kesehatandan Hak Asasi Manusia Pribumi. Sidang Pribumi di forum Permanent PBB (UN ofPFII) pertama diadakan pada bulan Mei Tahun 2003 di Markas Besar PBB. Sidangini akan diadakan setiap tahun setiap bulan Mei langsung di Markas Besar PBB, New York ? AmerikaSerikat.
Instrument yang komprehensif tentang perlindungan hak-hak IP dimuatdalam United Nations Draft Declaration onThe Rights of Indigenous Peoples (Deklarasi PBB tentang Hak-hak MasyarakatPribumi) yang berhasil disusun padatahun 1994 oleh Sub-Commission onProtection of Discrimination and Promotion of Minority (Sub KomisiPencegahan Diskriminasi dan Promosi Kaum Minoritas). Sub Komisi ini berada dibawah UN of OHCHR (United Nations ofOrganization High Commissioner for Human Rights) atau Organisasi KomisiTinggi HAM PBB yang berkedudukan di Genewa, Swiss. Draft Deklarasi ini telahberhasil disahkan pada tanggal 23 September 2007 pada Sidang Umum PBB ke-61 diMarkas Besar PBB, New York? Amerika Serikat dengan Keputusan Majelis Umum PBB No. A/Res/61/295 yangterdiri dari 46 Pasal.
Deklarasi PBB tentang Hak-hak Pribumi berhasil dengan suara terbanyak144 Negara mendukung, 4 menolak, dan 11 abstain. Ke-4 negara yang menolakadalah Negara bekas koloni Inggris yaitu Amerika,Australia, Selandia Baru danCanada.Negara-negara yang abstain adalah Azerbajian, Bangladesh, Bhutan, Burundi,Kolombia, Georgia, Kenya, Nigeria, Rusia, Samoa, dan Ukraina. Sedangkan 43 NegaraAnggota PBB lainnya tidak hadir dalam pemungutan suara tersebut.
2. Sejarah Perkembangan Lahirnya Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik.
Padatanggal 10 Desember 1948, Majelis Umum (MU) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)memproklamasikan Universal Declaration of Human Rights (DeklarasiUniversal Hak Asasi Manusia, untuk selanjutnya disingkat DUHAM), yang memuatpokok-pokok hak asasi manusia dan kebebasan dasar, dan yang dimaksudkan sebagaiacuan umum hasil pencapaian untuk semua rakyat dan bangsa bagi terjaminnyapengakuan dan penghormatan hak-hak dan kebebasan dasar secara universal danefektif, baik di kalangan rakyat negara-negara anggota PBB sendiri maupun dikalangan rakyat di wilayah-wilayah yang berada di bawah yurisdiksi mereka.
Masyarakat internasional menyadari perlunya penjabaran hak-hak dan kebebasan dasar yangdinyatakan oleh DUHAM ke dalam instrumen internasional yang bersifat mengikatsecara hukum. Sehubungan dengan hal itu, pada tahun 1948, Majelis Umum PBBmeminta Komisi Hak Asasi Manusia (KHAM) PBB yang sebelumnya telah mempersiapkanrancangan DUHAM untuk menyusun rancangan Kovenan tentang HAM beserta rancangantindakan pelaksanaannya. Komisi tersebut mulai bekerja pada tahun 1949. Padatahun 1950, MU PBB mengesahkan sebuah resolusi yang menyatakan bahwapengenyaman kebebasan sipil dan politik serta kebebasan dasar di satu pihak danhak-hak ekonomi, sosial, dan budaya di lain pihak bersifat saling terkait dansaling tergantung. Setelah melalui perdebatan panjang, dalam sidangnya tahun1951, MU PBB meminta kepada Komisi HAM PBB untuk merancang dua Kovenan tentanghak asasi manusia: (1) Kovenan mengenai hak sipil dan politik; dan (2) Kovenanmengenai hak ekonomi, sosial dan budaya. MU PBB juga menyatakan secara khusus bahwakedua Kovenan tersebut harus memuat sebanyak mungkin ketentuan yang sama, danharus memuat Pasal yang akan menetapkan bahwa semua rakyat mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri.
Komisi HAMPBB berhasil menyelesaikan dua rancangan Kovenan sesuai dengan keputusan MU PBBpada 1951, masing-masing pada tahun 1953 dan 1954. Setelah membahas keduarancangan Kovenan tersebut, pada tahun 1954 MU PBB memutuskan untukmemublikasikannya seluas mungkin agar pemerintah negara-negara dapatmempelajarinya secara mendalam dan khalayak dapat menyatakan pandangannyasecara bebas. Untuk tujuan tersebut, MU PBB menyarankan agar Komite III PBBmembahas rancangan naskah Kovenan itu Pasal demi Pasal mulai tahun 1955.Meskipun pembahasannya telah dimulai sesuai dengan jadwal, naskah kedua Kovenanitu baru dapat diselesaikan pada tahun 1966. Akhirnya, pada tanggal 16 Desember1966, dengan resolusi 2200A (XXI), MU PBB mengesahkan Kovenan tentang Hak-hakSipil dan Politik bersama-sama dengan Protokol Opsional pada Kovenan tentangHak-hak Sipil dan Politik dan Kovenan tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, danBudaya. Kovenan Internasionaf tentang Hak-hak Sipil dan Politik beserta Protokol Opsional pada Kovenan Internasional tentang
Categories: None
0 komentar:
Posting Komentar