Manokwari - Papua Barat.
Email: admin@oppb.org; URL: www.oppb.webs.com; www.oppb.org
Artikel Papua
DEKLARASI PBB TENTANG HAK-HAK PRIBUMI
Posted on June 27, 2013 at 3:05 PM |
SEJARAH PERKEMBANGAN LAHIRNYA DEKLARASI PBB TENTANG HAK-HAK PENDUDUK ASLI (PRIBUMI).
Writen by John Anari, ST
Translate by Ronald Waromi
Mereka memiliki hak atas tanah dan kekayaan alamnya sebagai peninggalan dari Nenek Moyang mereka.
Diperkirakan ada sekitar 300 (Tiga Ratus) Juta Indigenous Peoples (IP) yang menempati wilayah permukaan bumi ini, seperti Penduduk Pribumi Aborigin dari Australia, Penduduk Pribumi Indian dari Amerika, dll. Tuhan telah menciptakan manusia dan memberi tempat kepada mereka masing-masing namun bagi mereka yang memiliki banyak kekayaan alam akan menjadi rebutan setiap bangsa-bangsa seperti tertulis dalam kita Ulangan di atas.
Menurut dua orang Pendeta Spanyol (Fransisco Victoria dan Bartholomeo) yang berlayar bersama-sama dengan para Penakluk Dunia (Conquistadores), mereka menyatakan bahwa Penduduk Asli Amerika memiliki Hak yang sama seperti kami bangsa Spanyol karena pada waktu itu, mereka (bangsa Eropa) manganggap bahwa orang-orang di luar mereka adalah orang-orang yang tidak beradab (Uncivilized) untuk dijadikan sebagai objek jajahan. Dan hingga saat ini pun, banyak orang kulit putih menganggap bahwa orang kulith hitam adalah orang-orang yang tidak beradab juga.
Apa yang dikatakan oleh mereka berdua terus menggema dalam sejarah dunia sehingga pada tahun 1948, Masyarakat Internasional telah menyepakati disusunnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia secara Umum pada tanggal 10 Desember 1948 untuk penghapusan Penjajahan di muka bumi. Namun pada kenyataannya, ternyata masih ada beberapa daerah yang masih merasa terjajah walaupun setelah terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) dan Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Asasi Manusia (United Nations Universal Declaration on Human Rights).
Mereka yang merasa terjajah ini umumnya adalah Masyarakat Pribumi karena tenaga mereka dipakai sebagai pekerja paksa demi kepentingan negaranya. Oleh sebab itu, UN of ILO (United Nations of International Labour Organization) atau Organisasi Buruh Internasional Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) berusaha mengkondisifikasikan hak-hak Penduduk Asli (Indigenous Peoples), khususnya yang berhubungan dengan ketenaga kerjaan.
Instrument yang pertama kali disusun oleh UN of ILO tentang subyek ini adalah Indigenous and Tribal Population Convention No. 107 Tahun 1957. Konvensi ini memuat hak-hak Indigenous Peoples (IP) atas Tanah mereka, Kondisi Kerja, Kesehatan, dan Pendidikan Masyarakat Pribumi. Hingga kini tercatat lebih dari 27 Negara yang meratifikasikan Konvensi ini. Kemudian dilengkapi lagi dengan Convention No. 169 yang lebih menegaskan bahwa cara hidup IP harus dipertahankan. Selain itu juga menegaskan bahwa IP dan lembaga-lembaga mereka harus dilibatkan dalam segala keputusan dan perencanaan pembangunan yang akan mempengaruhi hidup mereka. Hingga kini sudah lebih dari 10 negara yang meratifikasikan konvensi ini. Oleh karena itu, UN of ILO membentuk dua bidang konsentrasi untuk membantu IP yaitu Indisco Programme (Untuk membantu peningkatan ekonomi IP) dan Political and Human Rights (Untuk membantu penyelesaian masalah-masalah Politik dan Hak Asasi Manusia). Instrument hukum internasional lain yang sedikit menyinggung tentang hak-hak IP adalah Convention on Biodiversity Tahun 1992. Konvensi ini lebih menekankan pemanfaatan pengetahuan, inovasi, dan teknik-teknik tradisional untuk melestarikan keanekaragaman biologis.
Penjabaran selanjutnya dari Deklarasi Umum tentang Hak Asasi Manusia untuk melindungi hak-hak masyarakat Pribumi yaitu dikeluarkannya International Convention on Civil and Political Rights (Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik) tahun 1966. (27)
Konvensi ini cukup signifikan dalam konteks perlindungan terhadap hak-hak Masyarakat Pribumi. Kemudian dengan Resolusi President Majelis Umum PBB (General Assembly Resolution) no. 49/214 tanggal 23 Desember 1994 memutuskan untuk perayaan Hari Internasional Masyarakat Pribumi setiap tanggal 9 Agustus dan tahun 1994 adalah sebagai Tahun Internasional Pribumi.
Kemajuan yang lebih dasyat lagi yaitu setelah dibentuk Working Group on Indigenous Population (WGIP) dibawah Komisi HAM PBB (United Nation Organization High Commissioner for Human Rights) sehingga melahirkan United Nations Permanent Forum on Indigenous Issues (UN of PFII) yang disahkan pada tanggal 28 Juli 2000 oleh Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (United Nation of Economic and Social Council) dengan Resolusi No. 22/2000. Amanat Forum Permanent ini adalah untuk membahas isu-isu yang berhubungan dengan Pembangunan, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pendidikan, Lingkungan Hidup, Kesehatan dan Hak Asasi Manusia Pribumi. Sidang Pribumi di forum Permanent PBB (UN of PFII) pertama diadakan pada bulan Mei Tahun 2003 di Markas Besar PBB. Sidang ini akan diadakan setiap tahun setiap bulan Mei langsung di Markas Besar PBB, New York – Amerika Serikat.
Instrument yang komprehensif tentang perlindungan hak-hak IP dimuat dalam United Nations Draft Declaration on The Rights of Indigenous Peoples (Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Pribumi) yang berhasil disusun pada tahun 1994 oleh Sub-Commission on Protection of Discrimination and Promotion of Minority (Sub Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Promosi Kaum Minoritas). Sub Komisi ini berada di bawah UN of OHCHR (United Nations of Organization High Commissioner for Human Rights) atau Organisasi Komisi Tinggi HAM PBB yang berkedudukan di Genewa, Swiss.
Draft Deklarasi ini telah berhasil disahkan pada tanggal 23 September 2007 pada Sidang Umum PBB ke-61 di Markas Besar PBB, New York – Amerika Serikat dengan Keputusan Majelis Umum PBB No. A/Res/61/295 yang terdiri dari 46 Pasal.
Deklarasi PBB tentang Hak-hak Pribumi berhasil dengan suara terbanyak 144 Negara mendukung, 4 menolak, dan 11 abstain. Ke-4 negara yang menolak adalah Negara bekas koloni Inggris yaitu Amerika, Australia, Selandia Baru dan Canada. Negara-negara yang abstain adalah Azerbajian, Bangladesh, Bhutan, Burundi, Kolombia, Georgia, Kenya, Nigeria, Rusia, Samoa, dan Ukraina. Sedangkan 43 Negara Anggota PBB lainnya tidak hadir dalam pemungutan suara tersebut.
Download Deklarasi di sini:
http://www.un.org/esa/socdev/unpfii/documents/UNDRIP_Bahasa_Indonesian.doc
Footnote:
27
Arie Siswanto (Dosen Hukum Internasional Universitas Kristen Satya Wacana – Salatiga). Bahan Diskusi Sehari di Forum Solidaritas Mahasiswa Irian Jaya (FOSMI) Salatiga tentang Haka-hak Masyarakat Asli Dalam Perspektif Hukum International. Hal. 7.
0 komentar:
Posting Komentar